5++ Rumah Adab Kalimantan Timur – Asal, Gambar & Klarifikasi
Rumah Adat Kalimantan Timur – Kalimantan Timur ialah provinsi terluas kedua di tanah air sehabis Papua. Penduduk provinsi seluas 194.489 km2 ini secara umum dikuasai berasal dari Suku Dayak.
Selain itu, ada pula suku Kutai yang merupakan bab dari Suku Melayu menempati pesisir Kalimantan Timur. Kemudian ada pula suku Melayu lain serta beberapa suku pendatang yang tinggal di Kalimantan Timur, meliputi Suku Bugis, Bajau, Jawa, Mandar, dan Tionghoa.
Suku Dayak memiliki imbas besar kepada kebudayaan Kalimantan Timur. Suku Kutai yang pernah berjaya pada kala Kerajaan Kutai Martadipura pun banyak kuat pada budaya dan tradisi Kalimantan Timur. Dari bermacam-macam warisan peninggalan nenek moyang suku-suku tersebut, salah satunya yaitu rumah adab Kalimantan Timur.
Rumah Adat Kalimantan Timur
Suku Dayak ialah suku asli Kalimantan dan merupakan penduduk lebih banyak didominasi di pulau Borneo ini. Suku Daya berperan besar dalam perkembangan budaya Kalimantan, utamanya Kalimantan Timur.
Corak khas Suku Dayak dapat didapatkan pada busana budpekerti mereka, serta juga terdapat di rumah adatnya. Unsur inilah yang membuat rumah akhlak Kalimantan Tumur terlihat begitu indah.
Setidaknya ada 5 jenis rumah etika Kalimantan Timur, yakni Rumah Lamin, Rumah Adat Paser, Rumah Adat Bulungan, Rumah Betang, dan Rumah Adat Suku Wehea. Lalu, apa yang membedakan kelima jenis rumah tradisional Kalimantan Timur ini?
1. Rumah Lamin
Rumah adab pertama dari Kalimantan Timur yaitu rumah Lamin. Rumah tradisional ini yaitu rumah resmi Kalimantan Timur. Rumah Lamin ialah daerah tinggal Suku Dayak.
Arti dari Rumah Lamin yaitu “rumah panjang untuk kita semua yang dipakai oleh beberapa keluarga yang tergabung menjadi satu keluarga besar”.
Bentuk Rumah Lamin berbentukrumah panggung yang tinggi kolongnya meraih 3 meter. Material dasarnya memakai kayu ulin alasannya adalah memiliki kekuatan dan keawetan sangat bagus. Jenis kayu ini sering juga disebut kayu besi (pohon ulin) untuk menggambarkan kekuatannya.
Menurut masyarakat Kalimantan Timur, kayu ulin akan lebih besar lengan berkuasa dan keras jika terkena air. Hal ini berbanding terbalik dengan jenis kayu lain pada umumnya. Oleh karena itu, rumah Lamin biasanya dibangun di atas rawa atau pinggiran sungai biar kayunya terkena air.
Ciri khas Rumah Lamin adalah adanya beberapa totem di bab depan rumah. Totem terbuat dari katu ulin, warnanya hitam dan terkesan sangat glamor. Rumah Lamin pada berskala sangat besar dengan panjang 200 meter dan lebar 25 meter.
Terdapat beberapa pintu yang terhubung dengan tangga. Ada 2 pintu masuk ke rumah, adalah pintu depan yang berada di bagian depan rumah. Pintu depan pribadi menuju ke ruang terbuka untuk menerima tamu. Fungsi ruang depan juga sebagai daerah berkumpul keluarga dan melakukan upacara budpekerti.
Sedangkan pintu belakang berada di bab rumah belakang. Pintu ini digunakan untuk memasuki ruangan yang berisikan beberapa kamar berskala luas. Sebuah kamar di Rumah Lamin mampu untuk ditempati 5 keluarga sekaligus.
Rumah Lamin berbentuk sisi empat memanjang. Atapnya berbentuk pelana. Tiang penyangga rumah terbagi menjadi 2, pertama yakni tiang yang menyangga rumah dari bawah sampai atap. Kemudian tiang yang kedua ialah tiang kecil yang menyangga balik lantai panggung. Kedua jenis tiang ini juga dilengkapi gesekan patung yang diandalkan mampu menghalau roh jahat agar tidak masuk ke dalam rumah.
Dari luar, Rumah Lamin tampaksungguh indah alasannya adalah dilengkapi dengan hiasan khas Suku Dayak. Namun tidak hanya sebagai dekorasi, dekorasi ini memiliki makna di baliknya. Hiasan pada atap setinggi 4 meter memiliki warna yang berbeda-beda. Warna merah memiliki arti keberanian, kuning artinya kewibawaan. Sementara itu warna biru memiliki arti loyalitas, dan warna putih ialah kebersihan jiwa.
Pada halaman depan pun terdapat pernak-pernik pada tonggak kayu yang diukir ibarat patung. Tiang yang paling besar dan tinggi terdapat di tengah, diberi nama Sambang Lawing. Fungsinya untuk mengikat hewan yang dijadikan kurban pada upacara adab suku Dayak.
2. Rumah Adat Paser
Bangunan tradisional Kalimantan Timur yang kedua yakni rumah adat dari Suku Paser. Semua bab rumah ini terbuat dari kayu. Rumah Paser lazimnya dihuni oleh 2 hingga 3 kepala keluarga, terdiri dari anak menantu serta saudara ibu atau bapak.
Rumah Paser didirikan di tepi sungai, alasannya Suku Paser percaya bahwa sungai merupakan sumber kehidupan. Sungai mampu memberi bermacam-macam masakan bagi Suku Paser, mirip ikan dan kerang air tawar. Selain itu, sumber makanan Suku Paser yang lain yaitu buah-buahan, umbi-umbian, dan hewan buruan dari hutan.
Sama mirip Rumah Lamin, Rumah Paser juga ialah rumah panggung. Atapnya miring ke sisi kiri dan kanan, depan dan belakang dengan segi kemiringan 45°. Rumah Paser telah dilengkapi dengan dinding. Tidak ada komplemen ruang pemisah di rumah ini, tetapi telah dilengkapi dengan pintu.
Tinggi Rumah Paser dari permukaan tanah ialah 2 meter. Atapnya terbuat dari daun nipah atau kulit pohon sungkai. Sementara itu, lantainya terbuat dari pohon niung atau bambu yang dibelah, kemudian dijalin dengan rotan dan anak kayu bundar. Rotan dipakai sebagai pengikat sebelum Suku Paser mengenal paku.
3. Rumah Adat Bulungan
Di kota Tanjung Selor, terdapat rumah budpekerti khusus yang dinamakan Rumah Bulungan. Desain rumah ini menerima efek dari arsitektur kolonial, alasannya kegiatan jual beli dengan pemerintah kolonial di abad lalu. Dulunya bangunan ini digunakan selaku kawasan konferensi penting di abad Kesultanan Bulungan.
Bagian atap Rumah Bulungan berupa dormer dengan 3 atap limas dan segitiga. Bagian belakangnya memiliki gaya atap yang populer di tahun 1800-an dengan istilah The Empire Style. Bentuk bangunannya secara keseluruhan tampak megah dengan motif bunga yang bagus. Sementara itu, ciri khas Dayak bisa dilihat dari bentuk rumah tanduknya.
4. Rumah Betang
Selain selaku rumah tinggal, Rumah Betang mempunyai nilai adab yang tinggi. Rumah ini adalah rumah panggung berupa memanjang ke belakang. Fungsi ketinggian sama dengan beberapa rumah etika sebelumnya, yaitu untuk menyingkir dari tragedi banjir, serangan binatang buas, dan juga serangan musuh.
Rumah Betang mampu dijadikan kawasan tinggal bagi 150 orang sekaligus. Rumah ini ditinggali mulai dari 3 hingga 50 keluarga dalam satu atap. Masyarakat percaya, bahwa dengan tinggal bareng mereka mampu dengan mudah saling menbantu dalam aneka macam hal.
Bagian hulu Rumah Betang dibangun menghadap timur selaku simbol kerja keras dengan mulai bekerja sedini mungkin. Sementara itu, bagian hilir yang menghadap ke barat memiliki makna penghuninya tidak akan berhenti melakukan pekerjaan sebelum matahari terbenam.
5. Rumah Adat Suku Wehea
Suku Dayak Wehea sering juga disebut Suku Wahau. Suku ini mempunyai rumah budpekerti yang disebut sebagai Eweang. Bentuk Rumah Eweang berupa rumah panggung tinggi yang saling terhubung antara satu rumah dengan rumah yang lain dengan jembatan yang disebut dengan Teljung.
Rumah Eweang masih bisa didapatkan hingga dikala ini. Sekarang bab atapnya lebih modern, yakni memakai seng. Sementara itu, seluruh bab rumah lainnya yang dibuat dari kayu.
Comments
Post a Comment